OPINI | 06 April 2013 | 19:16
Dibaca: 116    
Komentar: 0   
Nihil
Dibaca: 116    
Komentar: 0   
Nihil
Berdasarkan pengalaman saya sebagai trainer 
Bridge kelas pemula khusus untuk anak-anak, pertanyaan tersebut adalah 
pertanyaan yang sering terlontar dari para orang tua dan juga guru 
sekolah (calon) siswa yang akan mengikuti kelas saya. Pertanyaan yang 
sederhana, tapi sungguh ‘tricky’ dan agak sulit untuk dijawab, 
karena apapun jawaban yang saya berikan akan selalu mengundang 
pertanyaan susulan yang tidak kalah sulitnya.
Biasanya setelah saya berikan semacam jawaban instan, maka akan muncul serentetan pertanyaan susulan seperti ini ;
· Bridge itu sebenarnya olahraga (sport) atau bukan? Lalu apa manfaatnya buat anak saya?!
· Kok pake kartu Remi (atau kartu Poker) sih? Jadi lebih mirip permainan judi dari pada sebuah cabang Olahraga.
· Kenapa
 anak saya tidak saya ikutkan les Matematika saja? Toh pasti bisa 
menunjang prestasi akademiknya.. Lagipula siapa yang tidak bangga punya 
anak yang menjadi Juara Olimpiade Matematika?!
· Kenapa tidak ikut les Musik atau les Vocal saja? Siapa tahu bisa memenangi sebuah singing competition, bisa rekaman dan jadi musisi terkenal..
· Kenapa
 tidak belajar Tennis? Atau Golf sekalian?! Toh, biaya bukan masalah 
buat saya. Juara Tennis jelas-jelas bisa mengumpulkan hadiah uang lebih 
besar dari pada Juara Bridge.. atau bahkan bila perlu anak saya saya 
suruh belajar main Golf saja, prestige-nya lebih dapet.
· Anak
 saya badannya atletis, kenapa tidak sekalian saya ikutkan seni 
bela-diri saja? Supaya dia bisa melindungi dirinya.. juga orang lain. 
Syukur-syukur kalau bisa berprestasi.
· Saya
 adalah penggemar seni, jadi anak saya lebih baik ikut les Melukis atau 
les Tari saja. Supaya ada sentuhan seni dalam kepribadiannya.
· Kenapa anak saya tidak saya ikutkan Sekolah Sepak Bola saja? Bayaran pemain bola sekarang lebih dari sekedar cukup buat hidup.
Dan masih banyak lagi pertanyaan dan pernyataan serupa yang sering kali membuat saya terdiam sejenak sambil menelan ludah.
Ibarat Bridge itu adalah suatu ‘produk’, maka saya adalah salah seorang 
staf pemasarnya, dan (melalui sebuah riset sederhana) akhirnya saya 
tetapkan bahwa sasaran yang paling masuk akal adalah anak-anak usia SMP.
 Mengapa anak-anak usia SMP? Dasar pertimbangannya sederhana, selama ini
 saya merasa bahwa kemampuan saya sebatas meng-handle anak-anak
 usia SMP, bukan anak-anak usia SD ataupun remaja SMA, apalagi 
Mahasiswa. Secara mental, anak usia SMP sudah jauh lebih berkembang 
dibanding anak usia SD namun tidak se-complicated remaja SMA.
Nah, karena sasaran saya adalah masih anak-anak, maka mau 
tidak mau saya harus ‘berurusan’ pula dengan orang tua &/ atau guru 
sekolah mereka karena bagaimanapun juga (secara hukum) mereka belum bisa
 disebut dewasa. Makin ribet dong? Tidak, tepatnya justru makin 
menantang. Meyakinkan para orang tua & guru sekolah agar mengijinkan
 anak-anaknya belajar Bridge adalah suatu tantangan tersendiri, tidak 
mudah namun bukanlah sebuah ‘mission: impossible’.
Kembali ke pertanyaan awal, “Kenapa anak saya harus bermain Bridge?!“
Setiap guru sekolah dan orang tua calon siswa kelas Bridge, masing-masing tentu mempunyai latar belakang dan karakter yang berbeda-beda, jadi dengan demikian TIDAK ADA yang namanya ‘jawaban standar’ atas pertanyaan yang terlontar dari mereka. Semuanya harus dijawab secara ‘kontekstual’, membumi, dan disertai dengan argumen yang masuk akal.
Setiap guru sekolah dan orang tua calon siswa kelas Bridge, masing-masing tentu mempunyai latar belakang dan karakter yang berbeda-beda, jadi dengan demikian TIDAK ADA yang namanya ‘jawaban standar’ atas pertanyaan yang terlontar dari mereka. Semuanya harus dijawab secara ‘kontekstual’, membumi, dan disertai dengan argumen yang masuk akal.
Hanya ada satu ‘guidance’ untuk menjawab pertanyaan tersebut di
 atas, bahwa sesungguhnya Bridge adalah sebuah ‘Wahana Permainan 
Alternatif – Non Mainstream’ yang bersifat universal. Bridge bisa 
dimainkan oleh siapa saja, mulai tukang becak hingga pemilik perusahaan 
multinasional, mulai anak-anak hingga oma-oma, mulai staf kelurahan 
hingga presiden, mulai professor hingga artis. Sekali lagi, untuk ‘siapa
 saja’ yang bosan atau merasa tidak tertarik dengan kegiatan atau jenis 
hobby yang sudah ‘umum’  (hanya dengan satu syarat, memiliki kondisi 
mental yang sehat).
Siapa sih yang tidak kenal nama-nama berikut ; 
Ir. Soekarno, Drs. Mohamad Hatta, Dr. Tjipto Mangunkusumo, Ki Hajar 
Dewantoro (mereka semua adalah founding-father, bapak bangsa Indonesia),
 Bill Gates, Warren Buffett (salah dua orang terkaya sedunia), Martina 
Navratilova (petenis wanita legendaris), Tom Yorke (vokalis grup band 
Radio Head), Michael Bambang Hartono (salah satu orang terkaya di 
Indonesia), juga tokoh fiksi James Bond (agen MI6 – 007), semuanya 
mempunyai satu persamaan.. mereka semua adalah penggemar atau bahkan 
penggila Bridge.
Oh ya, tahukah anda bahwa selama 20 tahun 
terakhir, Tim Nasional Bridge Indonesia berhasil menjuarai Pasific Asia 
Bridge Federation Championship (PABFC) sebanyak 14 kali. Bukan hanya 
itu, Tim Bridge Indonesia juga pernah meraih posisi runner-up di World 
Bridge Federation (WBF) 1996 di Yunani 1996, Juara Dunia IOC Grand Prix 
2000 di Swiss, Runner-up Rosenblum Cup di Kanada 2002, runner-up 
Kejuaraan Dunia Senior Bowl di Portugal 2005, dan yang terakhir 
Runner-up Venice Cup 2012 di Prancis. Rasa-rasanya hanyalah cabang 
olahraga Bulutangkis dan Bridge yang sanggup mengharumkan nama Indonesia
 di kancah internasional dengan deretan prestasi sementereng itu.
Bagaimana ? Mulai Tertarik ?!
![]()  | 
6 
anak bebek super (Best Student @ 34th ASEAN Bridge Club Open Championship 2012)  
 | 

